KABAR GEMBIRA

ADA YANG MENARIK DI SINI

Rabu, 27 Juni 2012

SKRIPSI DIARE


HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare dan ISPA. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare. Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut Parashar tahun 2007, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007).
Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2010).
Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupuun perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Depkes, 2010).

1
 
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat, pada tahun 2006 jumlah kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Secara keseluruhan diperkirakan angka kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 sampai dengan 400.000 balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Depkes RI melalui Ditjen P2MPL di 10 provinsi didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sample sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun (Soebagyo, 2008).
Jumlah kasus diare di Maju Jaya tahun 2010 yaitu sebanyak 825.022 penderita, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah kasus diare pada balita setiap tahunnya rata-rata di atas 32,66%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Maju Jaya, 2011). Kabupaten Sukolegowo merupakan salah satu dari 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Maju Jaya dengan angka kejadian diare pada balita tahun 2008 cukup tinggi yaitu sebanyak 2.035 kasus, (Dinkes Sukolegowo, 2009). Pada tahun 2009 sebanyak 1.979 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 5.116 kasus, (Dinkes Sukolegowo, 2011)
Kabupaten Sukolegowo terbagi menjadi 19 kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan Sumber Jadi. Berdasarkan data dari Puskesmas Sumber Jadi penderita diare pada tahun 2008 sebanyak 524 penderita dan diare pada balita sebanyak 301 penderita. Pada tahun 2009 sebanyak 642 penderita dengan jumlah diare pada balita sebanyak 344 penderita. Pada tahun 2010 sebanyak 783 penderita, jumlah penderita diare balita tahun 2010 sebanyak 387 penderita. Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo adalah Desa dengan jumlah Balita terbanyak di Kecamatan Sumber Jadi yaitu sebanyak 231 Balita dengan angka kejadian diare pada tahun 2010 sebanyak 54 kasus (Puskesmas Sumber Jadi, 2011).
Berdasarkan hasil survey PHBS yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten Sukolegowo bersama dengan Puskesmas Sumber Jadi di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo pada bulan Oktober 2010 didapatkan hasil sebagai berikut  63% termasuk kriteria sehat dan sisanya sebanyak 37% masuk kriteria tidak sehat. Berdasar pada angka hasil survey PHBS tersebut ternyata masih ada sebagian dari penduduk yang masuk kriteria tidak sehat sehingga dimungkinkan bisa menjadi penyebab tingginya angka kejadian diare di desa tersebut.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah lingkungan, praktik penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare (Depkes, 2010).
Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih. Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting agar anak selalu dalam keadaan sehat dan terhindar dari berbagai penyakit, sedangkan yang mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk. Sebagian besar angka kematian diare ini diduga karena kurangnya pengetahauan masyarakat terutama ibu, mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan diare (Wijaya, 2002).
Kurangnya pengetahuan bisa mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku di bidang kesehatan sehingga bisa menjadi penyebab tingginya angka penyebaran suatu penyakit termasuk penyakit diare yang mempunyai resiko penularan dan penyebaran cukup tinggi. Penyakit diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan kebersihan baik perorangan (personal hygiene) maupun kebersihan lingkungan perumahan, sanitasi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh personal hygiene yang baik akan bisa mengurangi resiko munculnya suatu penyakit termasuk diantaranya penyakit diare. Personal hygiene dan sanitasi lingkungan perumahan yang baik bisa terwujud apabila didukung oleh perilaku masyarakat yang baik atau perilaku yang mendukung terhadap program-program pembangunan kesehatan termasuk program pemberantasan dan program penanggulangan penyakit diare.
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare, pemerintah melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan kwalitas dan kwantitas tatalaksana diare melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan pelaksanaan Pojok Oralit, 2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan benar, 3) Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), 4) Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000). Upaya pencegahan diare meliputi : memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat (Depkes, 2010).
Puskesmas Sumber Jadi melalui Program Pemberantasan Penyakit Menular, secara intensif terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk di dalamnya program penanggulangan penyakit diare baik secara promotif, preventif maupun kuratif. Kegiatan yang telah dan selalu dilaksanakan adalah penyuluhan tentang penyakit diare di berbagai kelompok masyarakat, baik melalui kegiatan Posyandu, pertemuan Kader, kelompok arisan dan kegiatan-kegiatan masyarakat yang lain baik yang bersifat formal maupun non formal, di samping itu kegiatan kuratif juga dilaksanakan dengan fasilitas Puskesmas rawat inap dan UGD Puskesmas yang buka 24 Jam semua ini dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat, termasuk sebagai bentuk kesiapan apabila terjadi kasus luar biasa (KLB) termasuk mengantisipasi apabila terjadi KLB penyakit diare.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
1.2.    Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo ?
1.3.    Tujuan
1.3.1.  Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah: mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
1.3.2.      Tujuan khusus.
1)      Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang penyakit diare.
2)      Mengidentifikasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
3)      Mengidentifikasi kejadian diare pada balita.
4)      Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita.
5)      Menganalisis perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.
1.4.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat khususnya bagi peneliti dan fihak-fihak terkait baik secara teoritis maupun praktis.
1.4.1.  Manfaat secara teoritis
1)      Sebagai salah satu sumber informasi tentang hubungan antara pengetahuan dan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian dan upaya pencegahan penyakit diare pada balita.
2)      Sebagai pengembangan dari ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita, upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare.
1.4.2.  Manfaat secara praktis
1)      Bagi Instansi terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)
a.    Memberikan masukan dalam membuat kebijakan untuk neningkatkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat khususnya dalam mengatasi masalah diare.
b.    Sebagai masukan dalam merencanakan program untuk upaya pencegahan penyakit diare di masyarakat.
2)      Bagi masyarakat / keluarga
Menimbulkan kesadaran pada keluarga atau masyarakat akan pentingnya upaya pencegahan penyakit diare, serta kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan baik secara mandiri maupun dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia.
1.5.    Relevansi
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit diare merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk mengatasi masalah diare di masyarakat, pengetahuan akan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap dan perilaku, semakin baik pengetahuan seseorang maka akan semakin positif sikap seseorang sehingga perilaku yang unsur-unsurnya sangat dipengaruhi oleh sikap akan semakin positif pula .
Pelaksanaan kegiatan dalam pencegahan penyakit diare melalui program pemberantasan penyakit menular secara rutin harus selalu dilaksanakan khususnya secara preventif atau pencegahan melalui penyuluhan di berbagai kelompok masyarakat baik kelompok formal maupun non formal, sehingga upaya yang selama ini yang terus digalakkan oleh Pemerintah bisa mendapatkan hasil sesuai dengan harapan semua fihak. Balita yang merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit memerlukan perhatian yang lebih supaya kasus-kasus diare pada balita bisa dikurangi atau diatasi sehingga angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit diare pada balita bisa diatasi. Program pencegahan penyakit diare untuk bisa tercapai hasilnya diperlukan kerja sama yang baik antara masyarakat dan petugas kesehatan.  Sehingga sangat diperlukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita sehingga dalam pelaksanaan program pencegahan penyakit diare dapat terwujud.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.    Konsep Penyakit Diare
2.1.1.  Definisi penyakit diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume keenceran, serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut Mansjoer A (2003), diare adalah buang air besar dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari. Diare menurut Ngastiyah (2005) adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
2.1.2.  Etiologi
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.
1)      Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
a)      Infeksi oleh bakteri: Escherichia colin, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. Infeksi basil (disentri),
b)     

8
 
Infeksi virus rotavirus.
c)      Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
d)      Infeksi jamur (Candida albicans).
e)      Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan
f)        Keracunan makanan
2)      Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
3)      Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.
4)      Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
2.1.3.  Patofisiologi
Menurut Depkes (2010) proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, diantaranya:
1)      Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakan bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
2)      Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.
3)      Faktor makanan
Dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4)      Faktor psikologis
Keadaan psikologis seseorang dapat mempengaruhi kecepatan gerakan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
2.1.4.  Jenis diare
Penyakit diare menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat yaitu :
1)      Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2)      Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3)      Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
4)      Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2.1.5.  Tanda-tanda diare
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering (Ngastiyah, 2005).
2.1.6.  Gejala diare
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
1)      Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.
2)      Suhu badan meningkat,
3)      Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
4)      Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
5)      Lecet pada anus,
6)      Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
7)      Muntah sebelum dan sesudah diare,
8)      Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah),
9)      Dehidrasi (kekurangan cairan), dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.
Sebelum anak dibawa ke tempat fasilitas kesehatan untuk mengurangi resiko dehidrasi sebaiknya diberi oralit terlebih dahulu, bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga misalnya air tajin, kuah sayur, sari buah, air the, air matang dan lain-lain.
2.1.7.  Epidemiologi penyakit diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut: Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang kotor, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
1)      Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
2)      Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.1.8.  Pencegahan diare
Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah agar anak-anak tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut adalah:
1)      Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare pada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.
2)      Memperbaiki makanan pendamping ASI
Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang diberikan. Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan frekwensi pemberikan makan lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali sehari.
3)      Menggunakan air bersih yang cukup
Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah.
4)      Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
5)      Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.
6)      Membuang tinja bayi dengan benar
Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat dicegah.
7)      Memberikan imunisasi campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi (Depkes, 2010).
2.2.    Konsep Pengetahuan
2.2.1.  Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
2.2.2.  Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo S, 2003), yaitu :
1)      Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2)      Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3)      Aplikasi (Application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4)      Analisis (Analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainya.
5)      Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6)      Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.
2.2.3.  Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua (Notoatmodjo S, 2005), yakni :
1)      Cara tradisional atau non ilmiah
2)      Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai sekarang terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
3)      Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
4)      Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa pengalaman itu sumber pengetahuan dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
5)      Melalui jalan pikiran
Berfikir induksi adalah pembuatan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh indera. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala. Sedangkan berfikir deduksi adalah proses berpikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus.
6)      Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology).
2.2.4.  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang baik langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah:
1)      Umur
Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya. (Nursalam & Siti Pariani, 2001).

2)      Pendidikan
Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998). Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Standar Pendidikan Nasional, 2005).
3)      Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2005).
2.3.    Konsep Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
2.3.1.  Pengertian
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam hal kesehtan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar memahami dan mampu melaksanakan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan di masyrakat.
2.3.2.  Komponen PHBS
Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan komponen-komponen PHBS yang meliputi:
1)      Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2)      Memberi bayi ASI eksklusif
3)      Menimbang bayi dan balita
4)      Menggunakan air bersih
5)      Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6)      Menggunakan jamban sehat
7)      Memberantas jentik nyamuk
8)      Makan buah dan sayur setiap hari
9)      Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10)  Tidak merokok di dalam rumah
2.3.3.  Manfaat PHBS
1)      Bagi keluarga
a.   Menjadikan anggota keluarga lebih sehat dan tidak mudah sakit
b.  Anggota keluarga lebih giat dalam bekerja
c.   Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
2)      Bagi masyarakat.
a.   Mampu mengupayakan lingkungan sehat.
b.  Mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.
c.   Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
d.  Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin (Tabulin), arisan jamban, ambulan desa.
2.3.4.  Kriteria penilaian PHBS
Rumah tangga termasuk kriteria sehat apabila memenuhi nilai 10 (sepuluh) atau mempunyai perilaku positif pada setiap komponen PHBS dan dikatakan tidak sehat apabila salah satu dari sepuluh komponen PHBS ada yang nilai 0 (nol) atau perilaku negatif (Depkes RI, 2010).



2.4.    Kerangka Konsep
Text Box: Pengetahuan
1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi


4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi
Text Box: 1. Infeksi Saluran Pencernaan
2. Malabsorpsi
3. Makanan Terkontaminasi
4. Psikologis
Kerangka konseptual adalah hubungan antara konsep–konsep Yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2005). Kerangaka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1















Text Box: 1. Pengetahuan masyarakat tentang diare bertambah
2. PHBS menjadi lebih positif
3. Kejadian diare berkurang
4. Derajat kesehatan masyarakat meningkat
5. Kwalitas hidup masyarakat meningkat
 



















Diteliti
 
Keterangan








Tidak Diteliti
 


 



Gambar 2.1   : Kerangka konseptual
Keterangan Bagan:

20
 
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan diantaranya pendidikan, pengalaman, umur, dan sumber informasi  sedangkan faktor yang mempengaruhi PHBS adalah sosial ekonomi, Keadaan lingkungan, Fasilitas kesehatan, Media informasi. Selajutnya pengetahuan dan PHBS akan bisa mempengaruhi terhadap proses terjadinya penyakit diare, apabila beberapa faktor tersebut bisa diatasi maka diharapkan outputnya adalah :
1.  Pengetahuan masyarakat tentang diare bertambah
2.  PHBS menjadi lebih positif (masuk kriteria sehat)
3.  Kejadian diare berkurang
4.  Derajat kesehatan masyarakat meningkat
5.  Kwalitas hidup masyarakat meningkat
2.5.    Hipotesis
H1 : 1.    Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo.
2.      Ada hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo.


BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan masalah. Pada dasarnya menggunakan metode ilmiah (Notoatmodjo, 2005). Pada bab ini akan diuraikan tentang : Waktu dan tempat penelitian, Desain Penelitian, Kerangka Kerja, Populasi, Sampel dan sampling, Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel, Instrumen Penelitian, Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisa Data, Etika penelitian.
3.1.        Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1.  Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan yang dimulai dari perencanaan (penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan akhir yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2011. Adapun pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Juni 2011.
3.1.2.  Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo, alasan mengambil tempat ini adalah selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2008, 2009 dan 2010 desa tersebut terdapat kasus diare khususnya pada balita dengan jumlah relatif lebih banyak dibanding desa yang lain di wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, desa Sukomakmur pada tahun 2010 juga menjadi tempat dilaksanakan survey PHBS dengan hasil 63% termasuk kriteria sehat dan 37% termasuk kriteria tidak sehat.
3.2.        Desain Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan. Desain sangat erat dengan bagaimana kerangka konsep penelitian sebagai petunjuk perencanaan penelitian secara rinci dalam hal pengumpulan dan analisa data, (Nursalam, 2005).

22
 
Dalam hal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode analitik korelasional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan serta menguji berdasarkan teori yang sudah ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2005).
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan “ Cross Sectional “ yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja (Notoatmodjo, 2005).
3.3.        Kerangka Kerja (Frame Work).
Kerangkan kerja adalah: pentahapan atau langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan awal sampai akhir) (Nursalam, 2005). Kerangka kerja penelitian tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare tertera pada gambar 3.1










 



Populasi
Semua ibu-ibu yang memiliki balita tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebanyak 231 orang


 


Sampel

Sebagian ibu-ibu yang memiliki balita tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, sebanyak 76 orang


 
Sampling

Simple random  Sampling


 
Desain Penelitian

cross sectional








 








Editing, Coding, Scoring, Tabulating, uji korelasi spearman’s rho dengan program SPSS 15









Penyusunan Laporan Akhir
 
 



Gambar 3.1   Kerangka kerja penelitian tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.
3.4.        Populasi, Sampel dan Sampling
3.4.1.  Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh ibu-ibu yang memiliki balita (berumur 1-5 tahun) yang bertempat tinggal di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, sejumlah 231 responden.
3.4.2.  Sampel
Sampel adalah sebagian kecil yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini sampel yang diteliti yaitu sebagian dari ibu-ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, pada penelitian ini sampel yang diteliti adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi sejumlah 76 responden.
1)      Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Adapun yang menjadi kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Ibu-ibu yang memiliki balita bertempat tinggal dan tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dan datang ke Posyandu.
  2. Dapat membaca dan menulis.
  3. Dapat berkomunikasi dengan baik.
  4. Bersedia menjadi responden.
2)      Besar sampel
Besar sampel adalah anggota yang akan dijadikan sampel (Nursalam, 2003). Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sample maksimal menurut Sastroasmoro Sudigdo (2002) dengan rumus sebagai berikut:
n       =
        Keterangan :
        n        =     Besar sampel
        N       =     Besarnya populasi
        Z        =     Nilai standart normal untuk α = 0,05 adalah 1,96
        p        =     Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %
        q        =     1 - p atau sama dengan 100% - p
        d        =     Tingkat kesalahan yang dipilih 0,05
Ibu-ibu balita di desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo sebagai populasi dalam penelitian ini berjumlah 231 orang
Sehingga sampel pada penelitian ini ditetapkan sebesar 76 responden.  
3.4.3.  Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi dari populasi yang ada. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan setiap penelitian (Nursalam, 2005). Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Untuk mencapai sampel ini, setiap elemen diseleksi secara acak (random). Nomor responden ditulis pada secarik kertas, dimasukkan ke dalam kotak, diaduk dan diambil secara acak sesuai besarnya sampel (Notoatmodjo S, 2005).
3.5.        Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
3.5.1.  Variabel
1)      Variabel Independen (Variabel bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
2)      Variabel dependen (Variabel Tergantung)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita.
3.5.2.  Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi dan pengukuran secara cermat terhadap objek atau fenomena. (A.Aziz A.H, 2007). Adapun definisi operasional variabel penelitian ini tertera pada tabel 4.1.
Tabel 4.1    Definisi Operasional variabel tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.
No
Variabel
Definisi Operasional
Parameter
Alat ukur
Skala ukur
Kategori
1
a.
Independen
Pengetahuan
Kemampuan ibu yang mempunyai balita untuk menjawab dengan benar terhadap 20 pertanyaan tentang penyakit diare
1.  Pengertian diare
2.  Penyebab diare
3.  Tanda-tanda dan gejala diare
4.  Cara penyebaran atau penularan diare
5.  Cara pencegahan diare
6.  Cara penanganan atau penatalaksanaan diare
Kuisioner
Ordinal
1.    Benar = 1
2.    Salah = 0
Dengan Kriteria:
Baik Jika  benar 76 – 100%
Cukup jika benar 56 – 76%
Kurang jika benar kurang dari 56 %
(Nursalam, 2003)
b
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)  responden sesuai dengan kriteria program PHBS yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan masalah diare
1.    Pemberian ASI esklusif
2.    Balita ditimbang dalam tiga bulan terakhir
3.    Cuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan atau setelah buang air besar, dll,
4.    Menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga sehari-hari
5.    Memiliki atau menggunakan jamban
6.    Air yang diminum selalu dimasak terlebih dahulu
7.    Jarak Sumber air dengan jamban 10 meter atau lebih
Kuisioner
Ordinal
1.    Ya = 1
2.    Tidak = 0
Dengan Kriteria:
Sehat jika jawaban ya = 100%
Tidak sehat jika ada salah satu jawaban tidak
(Depkes RI, 2010)
2
Dependen
Kejadian diare pada balita
Buang air besar cair yang dialami oleh balita yang terpilih sebagai sampel dalam kurun waktu  bulan Juli  2010 - Sekarang
1.    Buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari
2.    Tinja berbentuk cair
3.    Dengan atau tanpa disertai lendir

Kuisioner

Nominal

1.    Tidak Diare  = 1
2.    Diare  = 0
3.6.        Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data
3.6.1.  Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yaitu suatu alat yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk variabel pengetahuan dan kejadian diare adalah kuisioner untuk variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kuisioner yang digunakan disesuaikan dengan format PHBS dan diambil yang sesuai dengan masalah diare.
3.6.2.  Pengumpulan Data
Setelah mendapatkan ijin dari Direktur AKADEMI MELATI Bunga Jaya dan Kepala Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, peneliti mengadakan pendekatan pada ibu balita di desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden penelitian.
3.7.        Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1        Pengolahan Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan, dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam mengungkap fenomena (Nursalam, 2003).
1)      Coding.
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria tertentu. Klasifikasi ukumnya ditandai dengan kode tertentu yang biasanya berupa angka (Moh.Nasir, 2005). Pada penelitian ini pengkodean sebagai berikut:
a.   Variabel pengetahuan
1.  Jawaban benar diberi nilai 1
2.  Jawaban salah diberi nilai 0
b.  Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
1.  Jika jawaban ya diberi nilai 1
2.  Jika jawaban tidak diberi nilai 0
c.   Variabel kejadian diare
1.  Jika tidak diare diberi nilai 1
2.  Jika diare diberi nilai 0.
2)      Skoring
Scoring adalah penentuan jumlah skor bila ada jawaban ya diberi skor 1 dan bila tidak diberi skor 0 (Moh.Nasir, 2005).
a.   Variabel pengetahuan
Keterangan :
n            : Nilai yang didapat
SP          : skore yang didapat
SM        : skore yang maksimal
(Arikunto, 2006)
Setelah persentase diketahui, menurut Nursalam (2005) kemudian hasilnya dikelompokkan pada kriteria:
Pengetahuan baik bila persentasenya  76-100%.
Pengetahuan cukup bila persentasenya  56-76%
Pengetahuan kurang bila persentasenya < 56%.
b.  Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
 
Keterangan :
P : Persentase.
f  : Nilai yang diperoleh.
n : Frekwensi total atau keseluruhan
(Budiarto E, 2001 : 37).
Setelah persentase diketahui, kemudian hasilnya dikelompokkan pada kriteria:
Kriteria sehat jika persentase  100%
Kriteria tidak sehat jika persentase < 100%
(Depkes, 2010)
3)      Tabulating
Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel (Moh.Nasir, 2005). Tabulasi adalah pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisa. Proses tabulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode tally, menggunakan kartu, dan menggunakan komputer (Budiarto, 2002).
Dalam penelitian ini penyajian data dalam bentuk tabel yang menggambarkan distribusi frekwensi responden berdasarkan karakteristiknya dan tujuan penelitian.
3.7.2     Analisa Data
1)      Univariat
Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul (Sugiono, 2006).
Besarnya angka hasil perhitungan atau pengukuran diperoleh dengan cara dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan sehingga diperoleh persentase. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Analisa data pengetahuan responden tentang penyakit diare menggunakan rumus :
Keterangan :
n            : Nilai yang didapat
SP          : skore yang didapat
SM        : skore yang maksimal
(Arikunto, 2006)
Untuk variabel pengetahuan responden tentang penyakit diare, peneliti membagi pengetahuan menjadi 3, yaitu pengetahuan yang baik jika responden mampu menjawab benar sebanyak 76% - 100%, pengetahuan cukup jika responden mampu menjawab benar sebanyak 56 - 75 % dan pengetahuan kurang jika responden mampu menjawab benar sebanyak ­< 56 % (Nursalam, 2003)
Untuk Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kriteria sebagai berikut: Kriteria sehat jika jawaban nilai yang didapat 100%, kriteria tidak sehat jika nilai yang didapat kurang dari 100% (Depkes, 2010)
Sedangkan variabel dependen kejadian diare dibagi dalam dua kategori yaitu jika tidak diare diberi skor 1 dan jika diare diberi skor 0.
2)      Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu pengetahuan dengan kejadian diare pada balita digunakan uji korelasi spearman’s rho, dengan signifikansi p = 0,05. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan pengetahuan responden dengan kejadian diare dan jika p > 0.05 maka  H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan responden dengan kejadian diare pada balita.
Sedangkan untuk mengetahui hubungan 2 variabel yaitu Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita digunakan uji korelasi spearman’s rho, dengan signifikansi p = 0,05. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dengan kejadian diare pada balita dan jika p > 0.05 maka  H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dengan kejadian diare pada balita.
Uji statistik yang digunakan untuk menganalisa data adalah uji statistik spearman’s rho karena salah satu variabelnya ordinal. Uji statistik spearman’s rho digunakan untuk menghitung atau menentukan tingkatan hubungan atau korelasi antar dua variabel, penelitian ini menggunakan teknik komputerisasi SPSS 15 dengan kemaknaan ρ: 0,05 artinya signifikan (ρ) dibawah atau sama dengan 0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata antara dua variabel yang diteliti.
3.8     Etika Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada masalah etika yang meliputi:
3.8.1.  Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian, mempunyai hak untuk bersedia atau menolak menjadi responden. Pada informed concent juga perlu dicantumkan untuk mengembangkan ilmu.
Lembar persetujuan menjadi responden diedarkan sebelum riset dilakukan. Tujuannya agar subyek mengetahui maksud dan tujuan riset. Serta mengetahui dampak yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka peneliti harus menghormati hak-hak reponden.
3.8.2.  Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan identitas subyek pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh subyek. Lembar tersebut hanya diberi nomer kode tertentu
3.8.3.  Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3.9     Keterbatasan
Aziz Alimul (2002) menyebutkan bahwa keterbatasan merupakan bagian riset keperawatan yang menjelaskan keterbatasan dalam penulisan riset, dalam setiap penelitian pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan tersebut ditulis dalam keterbatasan. Adapun keterbatasan yang ada dalam penelitian meliputi :
3.9.1.      Sampel dan jumlah sampel
Banyaknya jumlah Ibu-ibu yang memiliki anak balita yang tinggal di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sehingga peneliti hanya mengambil sebagian responden yang terpilih sebagai sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian ini.
3.9.2.      Waktu
Waktu penelitian terbatas, sehingga hasil penelitian masih kurang sempurna dan kurang memuaskan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada bagian ini berisi hasil dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan selama enam hari mulai tanggal 13 Juni sampai dengan 18 Juni 2011, yang dilaksanakan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Penyajian data dimulai dari gambaran umum tempat penelitian dan data umum tentang karakteristik responden meliputi 1) umur, 2) pendidikan 3) pekerjaan, sedangkan data khusus meliputi 1) pengetahuan responden tentang penyakit diare 2) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 3) kejadian diare pada balita.
Untuk mengetahui signifikansi atau hubungan antara  variabel  dilakukan uji statistik spearman’s rho dengan fasilitas komputer SPSS versi 15 dengan tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05, ketentuan terhadap penerimaan dan penolakan hipotesis apabila signifikansi ρ ≤ 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak, apabila  ρ > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima. (Sugioyono dan Eri, 2006).
Pada bagian berikut akan disampaikan hasil pembahasan terhadap penelitian guna menjawab pertanyaan dalam masalah penelitian.
4.1.    Hasil Penelitian
4.1.1.  Data umum
1)      Gambaran umum lokasi penelitian

34
 
Desa Sukomakmur merupakan salah satu dari 12 desa di wilayah Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dan termasuk Wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Desa Sukomakmur memiliki 1 Polindes dengan 1 tenaga Bidan Desa terdiri dari 5 (lima) Dusun dengan jumlah Posyandu sebanyak 5 buah Posyandu. Adapun batas wilayah administrasi Desa Sukomakmur adalah sebagai berikut : Sebelah utara Desa Marga Jaya, sebelah timur Desa Marga Tani, sebelah selatan Desa Maju Jaya dan sebelah barat Desa Randu Pitu dan Desa Sumber Jadi. Desa Sukomakmur terdiri dari 1.292 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 4.499 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.259 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2.240 jiwa. Penduduk Desa Sukomakmur sebagian besar yaitu sebanyak 2.658 jiwa (59,07%) bekerja sebagai petani dan buruh tani.
2)      Karakteristik  responden menurut umur.
Distribusi frekwensi responden menurut umur yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi Frekwensi Responden Menurut Umur di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Umur
Frekwensi
Persentase
< 20 Tahun
5
6,58
20 - 30 Tahun
57
75,00
31 – 40 Tahun
14
18,42
> 40 Tahun
0
0,00
Jumlah
76
100
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari umur responden, Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 57 orang (75,0%) berumur 20-30 tahun.
3)      Karakteristik  responden menurut tingkat pendidikan.
Distribusi frekwensi responden menurut tingkat pendidikan yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2  Distribusi Frekwensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Tingkat Pendidikan
Frekwensi
Persentase
SD
11
14,47
SMP / SLTP
30
39,47
SMA / SLTA
34
44,74
AKADEMI / PT
1
1,32
Jumlah
76
100
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari tingkat pendidikan, Tabel 4.2 memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 34 orang (44,74%) adalah SMA/SLTA.
4)      Karakteristik  responden menurut jenis pekerjaan.
Distribusi frekwensi responden menurut jenis pekerjaan yang dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3  Distribusi Frekwensi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Pekerjaan
Frekwensi
Persentase
Swasta
21
27,63
Wr swasta
2
2,63
Pns/tni/polri
0
0,00
Buruh
27
35,53
Tdk bekerja
26
34,21
Jumlah
76
100
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari jenis pekerjaan responden, Tabel 4.3 memberikan gambaran bahwa pekerjaan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 27 orang (35,53%) bekerja sebagai buruh
4.1.2.  Data Khusus
1)       Karakteristik  responden menurut pengetahuan tentang diare
Distribusi frekwensi responden menurut pengetahuan tentang diare dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4  Distribusi Frekwensi Responden Menurut pengetahuan tentang diare di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Pengetahuan
Frekwensi
Persentase
Baik
51
67,1
Cukup
24
31,6
Kurang
1
1,3
Jumlah
76
100
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari pengetahuan responden tentang diare, Tabel 4.4 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 orang (67,1%) berpengetahuan baik.
2)      Karakteristik  responden menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Distribusi frekwensi responden menurut kriteria PHBS dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5  Distribusi Frekwensi Responden Menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Kriteria PHBS
Frekwensi
Persentase
Sehat
44
57,89
Tidak sehat
32
42,11
Jumlah
76
100
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden, Tabel 4.5 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat.
3)      Karakteristik  responden menurut kejadian diare pada balita
Distribusi frekwensi responden menurut kejadian diare pada balita dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6  Distribusi Frekwensi Responden Menurut kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Kejadian Diare
Frekwensi
Persentase
Tidak diare
51
67,11
Diare
25
32,89
Jumlah
76
100
Sumber:  Data primer Juni 2011.
Bila dilihat dari kejadian diare pada balita, Tabel 4.6 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) tidak mengalami kejadian diare pada balita.


4)      Hubungan pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada Balita.
Tabel 4.7  Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Pengetahuan Responden
Kejadian Diare Pada Balita
Total
Tidak
%
Ya
%
Jumlah
%
Baik
49
64,47%
2
2,63%
51
67,10
Cukup
2
2,63%
22
28,95%
24
31,58
Kurang
0
0,00%
1
1,32%
1
1,32
Jumlah
51
67,10
25
32,90
76
100
uji spearman’s rho : p = 0,000
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Hasil uji spearman’s rho menunjukkan bahwa nilai  ρ = 0,000 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita. Dibuktikan pada Tabel 4.7 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%) berpengetahuan baik dan balitanya tidak mengalami kejadian diare.
5)      Hubungan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.8  Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011
Kejadian Diare
Kriteria Phbs
Total
Tidak Sehat
%
Sehat
%
Jumlah
%
Diare
25
32,89
0
0
25
32,89
Tidak diare
7
9,21
44
57,89
51
67,11
Total
32
42,11
44
57,89
76
100
uji spearman’s rho : p = 0,000
Sumber       : Data primer Juni 2011.
Hasil uji spearman’s rho menunjukkan bahwa nilai  ρ = 0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita. Dibuktikan bahwa pada Tabel 4.8 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare.
4.2.        Pembahasan
4.2.1.      Pengetahuan responden tentang penyakit diare di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari analisis data tentang pengetahuan responden terhadap penyakit diare dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak  51 responden (67,1%) berpengetahuan baik, hampir setengahnya yaitu 24 responden (31,6%) berpengetahuan cukup dan sebagian kecil yaitu sebanyak 1 responden (1,3%) berpengetahuan kurang.
Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan responden yang sebagian besar adalah SMA/SLTA. Pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pengetahuan karena dengan pendidikan yang baik maka responden dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pencegahan penyakit diare yang baik. Ini sesuai dengan pendapat Y.B. Mantra (2006) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain.
Usia responden antara 20-30 tahun yang merupakan usia dewasa dimana pada usia ini dimungkinkan lebih banyak berkumpul dan menyerap pengetahuan dari lingkungan dimana responden berinteraksi dengan lingkungan.
Semakin dewasa umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir (Huckluc, 1998 & dikutip Nursalam, 2005).
4.2.2.  Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari data analisis tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dapat diketehui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 32 responden (42,11%) termasuk kriteria tidak sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan modal utama untuk pencegahan penyakit diare oleh karena itu sangat penting artinya bagi masyarakat untuk mengenal cara-cara mencegah penyakit diare sehingga tidak terjadi keparahan karena penyakit ini. Belum maksimalnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo hal ini dapat dipengaruhi oleh masih beragamnya tingkat pendidikan responden, tingkat pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk menerima suatu informasi dibanding dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Y.B. Mantra (1994) menyebutkan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih langgeng dan menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan
Jenis pekerjaan responden yang hampir setengahnya adalah buruh dan tidak bekerja, sehingga kurang bisa saling berinteraksi satu sama lain untuk saling bertukar informasi tentang masalah-masalah kesehatan sehingga program PHBS belum sepenuhnya bisa diterima oleh seluruh lapisan Masyarakat. Menurut Sunaryo (2004) disebutkan bahwa pengalaman langsung yang dialami individu terhadap obyek sikap berpengaruh terhadap sikap individu terhadap obyek sikap tersebut. Selain itu informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Azwar (2003) menyebutkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Orang lain dan budaya juga merupakan faktor pembentukkan sikap seseorang.
4.2.3.      Kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari data analisis tentang kejadian diare pada balita dapat diketehui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) balitanya tidak mengalami kejadian diare dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 25 responden (32,89%) balitanya mengalami kejadian diare.
Berdasarkan hasil kuisioner tentang kepemilikan jamban dari 76 responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 21 responden (27,6%) tidak memiliki atau tidak menggunakan jamban dan dari kuisioner tentang jarak sumber air dengan jamban hampir setengahnya yaitu sebanyak 23 responden (29,3%) jarak kurang dari 10 meter.
Penyakit diare adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja dan merupakan penyakit menular sehingga siapapun beresiko untuk terkena penyakit diare apalagi bila tidak ditunjang dengan perilaku dan lingkungan sanitasi yang sehat, jarak antara sumber air dan jamban yang terlalu dekat bisa menyebabkan pencemaran pada sumber air oleh bakteri escherichia coli yang merupakan bakteri penyebab diare.
Menurut Depkes RI  (2006) sumber air minum yang tercemar mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa penyakit menular termasuk penyakit diare karena sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare.  Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral, kuman dapat ditularkan  dengan masuk ke dalam  mulut melalui perantara cairan  atau  benda  yang tercemar dengan tinja.
4.2.4.      Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari analisis data tentang hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%) berpengetahuan baik dan balitanya tidak mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu sebanyak 22 responden (28,95%) berpengetahuan cukup dan balitanya mengalami kejadian diare, sebagian kecil responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan baik dan balitanya mengalami kejadian diare, sebagian kecil responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan cukup dan balitanya tidak mengalami kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 1 responden (1,32%) berpengetahuan kurang dan balitanya mengalami kejadian diare, nilai uji spearman’s rho : p = 0,000 hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,000 < 0,05 sehingga H1 diterima yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Pengetahuan akan sangat menunjang terhadap pemahaman seseorang tentang suatu penyakit termasuk pengetahuan ibu tentang penyakit diare akan sangat membantu dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada balita, pengetahuan yang baik akan menunjang perilaku yang baik demikian sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menyebabkan perilaku yang negatif atau perilaku yang tidak mendukung terhadap upaya kesehatan. Keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit diare di masyarakat merupakan hasil yang dicapai dengan adanya pengetahuan yang baik yang diwujudkan dengan kegiatan/program upaya pencegahan dari penyakit tersebut. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih langgeng dan menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan.
4.2.5.      Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
Dari analisis data tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu sebanyak 25 responden (32,89%) termasuk kreteria tidak sehat dan balitanya mengalami kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 7 responden (9,21%) termasuk kriteria tidak sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare serta tidak satupun responden yang termasuk kreteria sehat dan balitanya mengalami kejadian diare.
Perilaku seseorang di bidang kesehatan akan berdampak pada kesehatannya. Semakin baik perilaku seseorang maka akan semakin kecil resiko seseorang untuk terkena penyakit, demikian sebaliknya perilaku yang buruk akan semakin memperbesar seseorang untuk terkena penyakit. Masyarakat yang termasuk kriteria tidak sehat dapat dimungkinkan menjadi salah satu penyebab masih adanya kasus penyakit diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, menurut Depkes RI (2010) disebutkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam hal kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat disebutkan juga bahwa diare adalah salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang juga dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat di bidang kesehatan, perilaku yang positif akan mengurangi tingkat resiko terkena penyakit diare dan sebaliknya perilaku yang negatif akan semakin memperbesar resiko seseorang terkena penyakit.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga bisa mencerminkan peran serta masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan suatu tempat agar tetap bersih dan sehat, menurut Perkin (1938) yang dikutip oleh Azwar (2003) menyatakan bahwa sehat atau tidaknya seseorang tergantung dari adanya keseimbangan yang relatif dari suatu bentuk dan fungsi tubuh yang terjadi sebagai hasil dari kemampuan penyesuaian diri yang dinamis terhadap berbagai tenaga atau kekuatan yang umumnya bersumber dari lingkungannya sehingga timbul adanya penyakit yang menyebabkan sakit atau tidaknya seseorang tergantung ada tidaknya suatu proses yang dinamis dan merupakan hubungan yang timbal balik.
Terciptanya lingkungan yang cukup dan dinamis dapat menunjang kehidupan dan kesehatannya yang pada saat ini telah banyak dilaksanakan manusia dengan program pencegahan. Upaya pencegahan penyakit diare karena pengaruh lingkungan dapat dilaksanakan dengan program kesehatan dan membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan dimasyarakat tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh C. Roy dalam teori adaptasinya dinyatakan bahwa semua kondisi  lingkungan yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan perilaku seseorang, dengan lingkungan yang baik akan membantu masyarakat dalam mengurangi resiko akibat dari lingkungan.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
            Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian “hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita”
5.1  Kesimpulan
1)      Pengetahuan responden tentang diare  di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah baik.
2)      Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah sehat.
3)      Kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah tidak terjadi.
4)      Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
5)      Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.
5.2  Saran
1)      Bagi profesi keperawatan
Terwujudnya suatu asuhan keperawatan komunitas yang paripurna dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang baik dari perawat itu sendiri. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita harus menjadi perhatian dari profesi keperawatan komunitas dalam melaksanakan asuhan keperawatan di masyarakat, sehingga asuhan keperawatan komunitas dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh semua pihak.
2)      Bagi Instansi terkait

44
 
Puskesmas melalui Petugas kesehatan lebih aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang masalah kesehatan khususnya tentang tata cara pemberian ASI pada balita yang diare dan cara penanganan awal pada balita yang menderita diare khusunya dalam mencegah agar tidak terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) sehingga pemahaman masyarakat tentang cara penanganan terhadap penyakit diare akan lebih baik dan resiko kekurangan cairan bisa dicegah.
Program Perawatan Kesehatan Masyarakat harus lebih digiatkan lagi dengan melibatkan seluruh unsur tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas serta melibatkan Kader Kesehatan Desa sehingga Program Kesehatan yang dilaksanakan di Masyarakat bisa lebih mengenai sasaran dan sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat.
Program Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu untuk lebih dikenalkan di masyarakat terutama tentang kreteria jamban keluarga yang sehat sehingga pemahaman dan kesadaran masyarakat akan kesehatan akan semakin baik.
3)      Bagi Masyarakat
Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden yang termasuk kriteria baik perlu untuk dipertahankan dan berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare sedangkan yang pengetahuan termasuk kategori cukup dan kurang perlu untuk menambah pengetahuan dan dapat mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh penyakit diare. Bagi responden yang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuk kriteria tidak sehat diharapkan supaya berperilaku lebih positif dengan melakukan kebersihan lingkungan, tidak buang air besar di kali/saluran air tetapi buang air besar pada jamban/WC, mengusahakan jarak WC/Jamban dengan sumber air/sumur 10 meter atau lebih. sehingga bisa menghindari resiko terhadap suatu penyakit khususnya penyakit yang berdampak lingkungan termasuk penyakit diare.
4)      Bagi Peneliti
Perlu untuk menambah dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terutama tentang penyakit diare serta perlu memperbaiki dan melakukan penelitian lebih lanjut agar lebih sempurna.